Friday 13 March 2015

Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah

Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah

Pada tahun 656 M tepatnya tanggal 17 Juni pada hari umat tanggal 18 Djulhijah 35 H khalifah ke-3 Khulafaurrasyidin yaitu Utsman bin Affan dibunuh oleh para pemberontak, pada saat itu Madinah dalam posisi kosong banyak sahabat senior yang sedang berada di wilayah taklukannya, sehingga sagabat yang ada di Madinah mendesak Ali bin Abu Thalib untuk menjadi khalifah pengganti. Namun tidak semua mendukung Ali hanya beberapa diantaranya Talhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam sedangkan Saad bin Abu Waqqas dan Abdullah bin Umar tidak begitu setuju dengan pengangkatan Ali bin Abu Thalib sebagai Khalifah ke-empat Khulafaurrasydin. Namun penetapan sebagai khalifah ditolak oleh Mu’awiyah bin Abu Sufyan, gubernur syiria yang masih kerabat Utsman bin Affan dengan alasan :
  • Pertama, Ali harus mempertanggungjwabkan tentang terbunuhnya Utsman bin Affan.
  • Kedua, berhubung wilayah Islam telah meluas timbul komunitas-komunitas Islam di daerah baru maka hak untuk menentukan jabatan khalifah tidak hanya bagi para sahabat serta orang yang berada di Madinah saja.Sikap ini didukung oleh beberapa sahabat di Madinah yang kemudian bergabung di Suria. 
Pada tahun 658 H atau tepatnya pada bulan Shafar tahun 37 H, terjadi sebuah peristiwa yang menimbulkan kekuatan bagi Mu’wiyah bin Abu Sufyan untuk merongrong pemerintahan khalifah Ali bin Abu Thalib, dengan menuntut balas atas kematian Utsman binAffan, serta kebijaksanaan Ali yang terlalu cepat memecat gubernur-gubernur dan pejabat pemerintahan yang diangkat oleh Utsman serta pengambil alihan tanah-tanah dan kekayaan negara yang telah dibagikan Utsman kepada keluarganya  mengakibatkan meletusnya perang saudara yang didalam sejarah dikenal dengan Perang Siffin. Ketika Ali sudah hampir memenangkan peperangan, Mu’awiyah bin Abu Sufyan bersama kelompoknya mengusulkan gencatan senjata dan menyelesaikan persoalan dengan tahkim (menggunakan hakim).Tahkim antara pihak Ali dan pihak Mu’awiyah dilangsungkan dengan masing-masing pihak mengirim utusannya. Pihak Ali diwakili oelh Abu Musa Al-Asy’ari, sedangkan pihak Mu’awiyah oleh Amr bin As. Perundingan ini dimenangkan oleh Amr bin As dengan licik. Pihak Ali tidak menyetujui cara yang dilakukan pihak Mu’awiyah, sehingga peperangan diantara keduanya meletus lagi. Semenjak terjadinya peristiwa tahkim itu, sebagian pasukan Ali memisahkan diri karena tidak setuju dengan tahkim tersebut. Kelompok yang memisahkan diri menamakan dirinya kelompok Khawarij. Sebaliknya Muawiyah masih kuat karena masih tetap utuh.

Pada tahun 661 M tepatnya pada tanggal 24 Januari, akhirnya kemenangan jatuh ketangan Mu’awiyah, terutama karena kematian Ali ditangan salah seorang kaum Khawarij yang bernama Abdu Rahman bin Muljam. Kesempatan ini digunakan Mu’awiyah untuk menyusun strategi dengan baik dalam rangka mengambil alih keosongan kekuasaan. Semula ada upaya dari pihak Hasan bin Ali untuk menuntut balas kematian ayahnya. Juga ada yang mengusulkan supaya Hasan menggantikan posisi ayahnya, namun Hasan menyangsikan kemampuan diri dan kekuatan yang dimilikinya, hingga pada akhirnya ia bersedia mengakui Mu’awiyah sebagai khalifah dengan syarat sebagai berikut :
  • Mu’awiyah tidak menaruh dendam terhadap seorangpun dari penduduk Irak (karena sebelumnya penduduk Irak adalah pendukung Ali bin Abu Thalib dan merupakan orang-orang yang membai’at Hasan sebagai khalifah)
  • Mu’awiyah menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka
  • Pajak tanah negara Ahwaz (sekarang kota Propinsi Khuzistan, Iran) diperuntukan kepadanya dan diberikan setiap tahunnya
  • Mu’awiyah membayar kepada saudaranya Husain, dua juta dirham
  • Pemberian untuk Bani Hasyim harus lebih banyak daripada Bani Abdi Syam (karena jasa-jasanya terhadap Islam dan karena mereka lebih dahulu masuk Islam.

Bagi Mu’awiyah semua persyaratan tersebut tidak menjadi masalah. Yang penting adalah Hasan mengakuinya sebagai khalifah.

Pada tahun 41 H bulan Rabi’ulawal saat Mu’awiyah berkunjung ke Kufah. Hasan dan Husain bersama penduduk Kufah membai’at Mu’awiyah sebagai khalifah. Tahun tersebut dikenal dengan Tahun Persatuan (Amul Jamaah).

0 comments:

Post a Comment